Era Baru Mandala Airlines di Pasar Low Cost Carrier

Beberapa waktu yang lalu saya sempat berbincang dengan salah seorang pejabat senior di maskapai penerbangan Mandala Airlines. Ketika itu kami saling bertukar informasi mengenai perkembangan Mandala Airlines dan aturan-aturan penerbangan internasional. Dalam perbincangan itu muncul ide dari saya untuk lebih dalam mengulas tentang strategi bisnis Mandala Airlines. Setelah diberi kesempatan maka selanjutnya saya coba untuk membuat tulisan mengenai hal tersebut.

Tanggal 5 April 2012 yang lalu barangkali akan menjadi tanggal yang selalu diingat oleh Manajemen Mandala Airlines, para pemerhati penerbangan dan pelanggan penerbangan. Ya, karena pada tanggal tersebut (setelah kurang-lebih 15 bulan berhenti beroperasi sejak tanggal 13 Januari 2011) Mandala Airlines kembali beroperasi, ditandai dengan penerbangan perdana (inaugural flight) rute domestik dari Jakarta ke Medan. Selang beberapa hari kemudian tepatnya tanggal 20 April 2012, penerbangan internasional rute Medan – Singapore mulai dioperasikan dan dilanjutkan rute internasional menuju Kuala Lumpur dari Jakarta yang dimulai pada tanggal 4 Mei 2012 dan rute Jakarta – Bangkok yang menurut rencana akan dioperasikan pada awal bulan Juni 2012. Beroperasinya kembali penerbangan Mandala Airlines ini perlu dicatat sebagai suatu kebangkitan dari salah satu maskapai penerbangan tertua di Indonesia yang tentunya telah dipersiapkan melalui strategi bisnis yang mendukung. Belajar dari kegagalan bisnis tahun 2011 lalu, kini Mandala Airlines bersiap memasuki era baru di pasar low cost carrier dan menjadi salah satu maskapai penerbangan yang eksis meramaikan dunia bisnis penerbangan Indonesia.

Sejarah Singkat Mandala Airlines

Mandala Airlines didirikan pada tanggal 17 April 1969 dan berkantor pusat di Jakarta. Mandala Airlines termasuk sebagai maskapai penerbangan yang cukup tua di Indonesia karena telah beroperasi selama 40-an tahun dengan mengoperasikan tipe pesawat Boeing B737-200 dan Boeing B737-400 untuk menerbangi wilayah nusantara yang menjangkau lebih dari 20 kota besar di Indonesia. Pada tahun 2006, Mandala Airlines resmi menjadi milik Indigo Partners dan Cardig International dan membawa perubahan bisnis penerbangan menjadi layanan low cost carrier. Mulai 16 Januari 2009, Mandala Airlines menerapkan kebijakan one-single aircraft policy. Yakni hanya mengoperasikan satu jenis pesawat saja berupa Airbus A320 berkapasitas 180 kursi dan Airbus A319 berkapasitas 144 kursi. Pesawat ini dianggap berteknologi canggih, ramah lingkungan, bahan bakarnya lebih murah dan mudah dalam perawatannya. Artinya tipe pesawat Boeing B737-200 dan Boeing B737-300 tidak digunakan lagi dalam operasional penerbangan Mandala Airlines.

Dengan merubah bisnis penerbangan menjadi layanan low cost carrier, maka beberapa layanan yang diterima penumpang pada umumnya dalam layanan maskapai penerbangan yang lain akan dihilangkan, misalnya dengan menekankan penjualan tiket secara langsung (tidak dijual melalui travel agent) dan lebih mengutamakan melalui call center dan internet untuk menekan biaya tiket. Harga tiket penerbangan Mandala Airlines juga dijual pada kondisi yang murah. Dampaknya adalah pengurangan-pengurangan biaya operasi yang lain untuk mencapai tarif penerbangan yang dapat dijangkau oleh konsumen atau penumpang low cost carrier.

Sebetulnya dengan apa yang dilakukan oleh Mandala Airlines pada saat merubah layanan menjadi low cost carrier, pasar Mandala Airlines menjadi lebih jelas dan hal tersebut mampu menjaring penumpang yang loyal pada penerbangan Mandala Airlines. Loyalitas penumpang tersebut ditunjukkan dengan ramainya penerbangan Mandala Airlines pada 17 rute domestik dan internasional. Pada tahun sekitar pertengahan tahun 2010 Mandala Airlines membuka rute penerbangan internasional langsung ke Singapore melalui Jakarta dan Balikpapan serta penerbangan ke Hong Kong dan Macau dari Jakarta.

Penerbangan ke Hong Kong dan Macau merupakan respon perusahaan terhadap tingginya permintaan di kedua sektor tersebut. Pihak Mandala Airlines menargetkan, dalam tiga bulan sejak awal beroperasi, tingkat isian (load factor) rute Jakarta – Hongkong pp akan mencapai 85% dan Jakarta – Macau pp sekitar 80%.

Target yang diprediksi tersebut memang cukup beralasan karena pada saat itu penerbangan langsung dari atau ke Hong Kong memang sedang booming. Bahkan maskapai penerbangan asal Hong Kong, Cathay Pacific, beberapa kali melakukan extra flight untuk menampung tingginya permintaan pada rute tersebut. Barangkali atas dasar hal tersebut, Mandala Airlines tergiur untuk membuka rute penerbangan yang sama.

Selanjutnya pada penerbangan langsung ke Macau, terdapat alasan mengapa Mandala Airlines membuka rute tersebut. Alasannya adalah pada saat itu tidak ada lagi maskapai penerbangan yang melayani rute penerbangan dari Indonesia (Jakarta) ke Macau setelah pull-out-nya maskapai penerbangan Viva Macau, sedangkan pasar penerbangan pada rute tersebut masih tersedia cukup besar.

Pasang Surut Bisnis Mandala Airlines

Pada awal-awal beroperasinya rute internasional tersebut, Mandala Airlines mencatat load factor yang cukup menjanjikan. Barangkali ini bisa jadi karena pengaruh Mandala Airlines yang telah menerima pengakuan dari IATA (International Air Transport Association) berupa pemberian sertifikat IOSA (IATA Operational Safety Audit), sebagai salah satu syarat bagi maskapai penerbangan Indonesia untuk menerbangi rute internasional, sehingga nama dan kualitas layanan Mandala Airlines terutama pada aspek keselamatan penerbangan (aviation safety) sangat terjamin dan penumpang pun tidak ragu untuk memilih Mandala Airlines. Rute penerbangan domestik pun juga mencapai load factor yang cukup tinggi walaupun dalam rute penerbangan yang dioperasikan Mandala Airlines tersebut juga terdapat beberapa kompetitor dari maskapai penerbangan lain yang mengoperasikan rute penerbangan yang sama. Dengan berbekal harga atau tarif penerbangan yang murah, sejalan dengan layanan bisnis low cost carrier, Mandala Airlines sementara waktu mampu eksis dalam persaingan penerbangan berbiaya murah tersebut walaupun tidak dipungkiri bahwa pada beberapa rute penerbangan, jumlah penumpang berfluktuasi naik turun tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut dapat diakibatkan karena beberapa maskapai penerbangan sebagai pesaing Mandala Airlines lebih cermat dalam menjaring penumpang pada pasar low cost carrier dengan pengeluaran biaya operasional seminimal mungkin untuk menangkap laba atau keuntungan yang cukup besar.

Strategi bisnis yang dilakukan oleh para pesaing Mandala Airlines membuat sedikit banyak penurunan load factor pada beberapa rute. Konsep bisnis low cost carrier juga tidak seluruhnya dijalankan dengan baik oleh Mandala Airlines. Beberapa perbandingan memperlihatkan bahwa konsep low cost carrier yang dijalankan oleh Mandala Airlines kurang efektif dan efisien atau dengan kata lain masih dijalankan secara setengah-setengah dibandingkan dengan apa yang dijalankan oleh pesaingnya secara total. Sebagai contoh bahwa meskipun Mandala Airlines paling sering menawarkan tarif promo dibanding pesaingnya, namun kurang melakukan promosi tarif promo. Mandala Airlines melakukan promosi tarif promo hanya melalui media website resminya, padahal pada tahun 2009 – 2010an mulai bermunculan media sosial di internet yang dapat dijadikan sebagai ajang promosi tarif promo. Itulah yang dilakukan oleh pesaing Mandala Airlines dengan memanfaatkan hampir seluruh media promosi di internet, sehingga mampu menyebarluaskan program-program tarif murah yang mampu menarik pelanggan penerbangan.

Kekeliruan yang lain juga terjadi pada saat Mandala Airlines tetap menawarkan kelas Priority yang bisa dibilang kelas bisnisnya Mandala Airlines. Padahal konsep bisnis low cost carrier hanya memberikan satu kelas layanan penerbangan untuk penumpang, yaitu kelas ekonomi dan menerapkan pola tarif yang sangat sederhana pada satu tarif atau tarif sub kelas dengan harga mulai dari tarif promo/diskon dengan menekankan penjualan dengan menggunakan tiket secara langsung (tidak dijual melalui travel agent) dan lebih mengutamakan melalui call center dan internet untuk menekan biaya tiket. Apa yang masih dilakukan oleh Mandala Airlines adalah tidak melakukan penjualan secara langsung (direct sales) sehingga Mandala Airlines tidak langsung menerima keuntungan dari penjualan tiket tersebut karena masih harus dibagi dengan biaya penjualan melalui travel agent.

Kesalahan-kesalahan dan kekeliruan-kekeliruan yang telah disebutkan di atas hanyalah beberapa masalah yang akhirnya dialami oleh Mandala Airlines. Konsep low cost carrier kurang efektif dilaksanakan sehingga biaya-biaya operasional yang seharusnya dapat ditekan untuk dihilangkan pada akhirnya muncul sebagai biaya-biaya yang mengganggu kinerja operasional Mandala Airlines. Apalagi ditambah masalah teknis lain yang mendera Mandala Airlines sehingga sangat mengganggu operasional. Di antaranya adalah karena faktor kesulitan keuangan dan utang dari sangsi denda miliaran rupiah kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akibat karena terlibat konspirasi/kartel pengenaan fuel surcharge pada pertengahan tahun 2010.

Ditambah dengan utang yang menjerat Mandala Airlines salah satunya karena biaya sewa pesawat yang mahal hingga pada akhirnya satu-persatu pesawat Mandala Airlines tersebut dikembalikan kepada pemiliknya. Pihak Manajemen Mandala Airlines juga melakukan restrukturisasi kontrak agar selanjutnya akan mendapatkan pesawat yang lebih murah untuk bisa operasi. Dengan semakin terhimpit oleh utang maka pihak Manajemen Mandala Airlines mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Langkah ini diambil agar Mandala Airlines dapat merestrukturisasi bisnis dan mengembalikan keuntungan perusahaan, dan sebagai bagian dari restrukturisasi maka mulai tanggal 13 Januari 2011 yang lalu Mandala Airlines menghentikan sementara semua kegiatan operasi penerbangan.

Investor Baru Masuk, Mandala Airlines Beroperasi Kembali

Tekad Manajemen Mandala Airlines untuk kembali beroperasi setelah keputusan menghentikan kegiatan operasi penerbangan bukan merupakan janji belaka. Terbukti hanya beberapa bulan setelah Mandala Airlines menyatakan berhenti beroperasi, investor-investor baru mulai masuk untuk menyelamatkan aset dan kelangsungan Mandala Airlines. Bermodal pengalaman beroperasi lebih dari 40 tahun dan dengan pangsa pasar yang sangat besar, Mandala Airlines sangat menarik perhatian investor untuk dibangkitkan kembali.

Modal kuat yang dimiliki Mandala Airlines adalah standar operasi yang sudah standar internasional dan infrastruktur yang telah siap untuk dioperasikan. Sebagai contoh apabila ada investor yang mau membuat perusahaan penerbangan, investor tersebut bisa saja dari nol dan butuh uang yang cukup besar dan butuh waktu untuk merekrut karyawan, mencari pilot dan mengeluarkan biaya training. Sedangkan apabila investor tersebut mau membangkitkan kembali Mandala Airlines, hal tersebut lebih mudah karena segala sesuatunya sudah siap dan tinggal dilakukan pembenahan-pembenahan kecil. Barangkali itulah keuntungan-keuntungan bagi investor untuk menghidupkan kembali Mandala Airlines.

Manajemen Mandala Airlines memberikan pernyataan bahwa siapapun yang nantinya akan menjadi investor baru bagi Mandala Airlines maka investor tersebut harus bertindak sebagai financial investor dan strategic investor. Financial investor sangat diperlukan sebagai penyuntik dana operasional dan strategic investor diperlukan sebagai partner perusahaan dalam hal pemasaran dan penjualan.

Beberapa investor dari dalam maupun luar negeri tertarik untuk menyelamatkan Mandala Airlines dan berupaya untuk segera mengoperasikannya kembali. Investor-investor baru tersebut telah secara langsung memberikan penawaran. Pihak Manajemen Mandala Airlines tidak serta-merta langsung menerima namun terlebih dahulu dilakukan uji kelayakan sebagai upaya bagi investor tersebut untuk dapat menyuntikkan modal operasional bagi Mandala Airlines dan menjaga performa untuk beberapa tahun ke depan.

Selanjutnya dari uji kelayakan terhadap investor-investor baru tersebut, akhirnya dipilihlah investor-investor yang akan mengambil alih Mandala Airlines yaitu Saratoga Capital dan Tiger Airways Holdings Ltd. Dalam hal ini, Saratoga Capital (sebuah Perusahaan Investasi Nasional) akan bertindak sebagai financial investor (investor keuangan) dan Tiger Airways akan bertindak sebagai strategic investor (investor strategi). Saratoga Capital menanamkan modal sebesar 51 persen dan Tiger Airways memegang 33 persen, sedangkan 15 persen dimiliki oleh kreditur lainnya dan 1 persen oleh pemilik lama. Dengan komposisi kepemilikan saham tersebut maka telah sesuai dengan aturan pada Undang-Undang nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dimana kepemilikan saham sebuah Perseroan Terbatas (PT) harus dimiliki oleh Badan Hukum Nasional sekurang-kurangnya 51 persen.

Persyaratan kepemilikan saham baru Mandala Airlines terpenuhi dan proses selanjutnya adalah penerbitan Air Operator’s Certificate (AOC) 121 sebagai persyaratan sebelum diizinkan beroperasi kembali. AOC 121 merupakan izin operasi bagi Badan Usaha Angkutan Udara Nasional yang akan melaksanakan penerbangan niaga/komersial secara berjadwal dengan mengoperasikan pesawat berkapasitas lebih dari 30 seats. Sebelum berhenti beroperasi pada awal Januari 2011, sebetulnya Mandala Airlines telah memiliki AOC 121, namun sejak dinyatakan berhenti beroperasi maka AOC 121 tersebut dicabut dan untuk dapat beroperasi kembali, Mandala Airlines harus mengurus kembali persyaratan-persyaratan AOC 121 tersebut kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan sebagai izin operasi penerbangan. Persyaratan dalam AOC 121 tersebut di antaranya adalah jumlah dan tipe pesawat yang akan dioperasikan beserta rencana rute penerbangan berjadwalnya. Mandala Airlines pada tahap awal ini telah memiliki 2 unit pesawat Airbus A320 dan dalam rencananya sampai dengan akhir tahun 2012 akan memiliki hingga 10 unit pesawat Airbus A320.

Setelah AOC 121 terbit, pada awal Maret 2012 Mandala Airlines mengumumkan akan beroperasi kembali pada tanggal 5 April 2012, ditandai dengan penerbangan perdana (inaugural flight) rute domestik dari Jakarta ke Medan. Selang beberapa hari kemudian tepatnya tanggal 20 April 2012, penerbangan internasional rute Medan – Singapore mulai dioperasikan dan dilanjutkan rute internasional menuju Kuala Lumpur dari Jakarta yang dimulai pada tanggal 4 Mei 2012 dan rute Jakarta – Bangkok yang menurut rencana akan dioperasikan pada awal bulan Juni 2012.

Paradigma Lama Strategi Bisnis Mandala Airlines

Pada awal tahun 2009, Mandala Airlines merubah strategi bisnisnya menjadi penerbangan berbiaya murah (low cost carrier) dari awalnya di kelas layanan medium (medium services). Beberapa biaya operasional penerbangan akan dipangkas dan dihemat sejalan dengan konsep low cost carrier tersebut. Disamping itu Mandala Airlines mencoba merubah strategi pangsa pasar penerbangannya menjadi penumpang kelas menengah ke bawah yang sangat berorientasi pada harga murah dengan kualitas layanan yang cukup sebagai upaya dalam mempertahankan pasar dan keunggulan kompetitif.

Dalam Ilmu Manajemen Strategi, strategi bisnis Mandala Airlines tersebut di atas mencerminkan suatu pendekatan dari Michael Porter, seorang ahli Manajemen Strategi. Porter mengungkapkan ada ada 3 pendekatan strategi generik dalam menanggulangi kekuatan persaingan yang secara potensial akan berhasil mengungguli perusahaan lain dalam suatu industri, yaitu keunggulan biaya menyeluruh (cost leadership), diferensiasi (differentiation) dan fokus (focus).

Pendekatan pertama adalah pada keunggulan biaya menyeluruh dimana strategi harga atau tarif murah Mandala Airlines mampu menciptakan loyalitas penumpang untuk tetap menjadi konsumen penerbangan Mandala Airlines. Dalam pendekatan keunggulan biaya ini, Mandala Airlines mampu melakukan strategi menekan biaya-biaya perusahaan, misalnya pada biaya perawatan. Dengan kebijakan one-single aircraft policy, maka Mandala Airlines hanya akan mengeluarkan satu jenis pengeluaran untuk biaya perawatan pesawat tipe Airbus A320 dan A319, sehingga tentunya komponen-komponen perawatan juga tidak beragam.

Pendekatan yang kedua adalah diferensiasi yaitu secara konsisten memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik daripada para pesaing. Hal ini dapat dicapai dengan memenuhi atau bahkan melampaui kualitas jasa yang diharapkan para pelanggan. Diferensiasi Mandala Airlines dilakukan melalui 3 pilihan yaitu diferensiasi produk, diferensiasi kualitas layanan dan diferensiasi citra.

Diferensiasi produk dilakukan dengan penggunaan pesawat yang berbeda dari maskapai lain yang telah melayani rute ini sebelumnya. Dengan mengoperasikan pesawat tipe Airbus A320 dan A319 maka Mandala akan menjadi maskapai pertama yang menerbangkan Airbus yang modern dan baru yang juga menyediakan penerbangan murah berkabin lebar. Diferensiasi kualitas layanan Mandala Airlines dilakukan dengan menyediakan produk baru seperti Q-Jump (ditujukan untuk mereka yang tidak ingin berada dalam antrian), 2nd Bag (merupakan produk inovatif yang dapat meringankan perjalanan dengan mengizinkan penumpang untuk membawa tas kedua dan diletakkan di kabin) dan MySeat (penumpang dapat memilih sendiri kursi yang mereka inginkan).

Diferensiasi citra dilakukan dengan selalu mengedepankan brand bahwa Mandala Airlines merupakan maskapai penerbangan berbiaya murah. Citra ini senantiasa dijaga selalu oleh Mandala Airlines dengan melakukan penawaran tiket promo yang sangat terjangkau harganya.

Kekuatan pendekatan strategi generik yang ketiga adalah dengan memfokuskan produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pada segmen tertentu (terbatas). Dengan pangsa pasar yang tetap dan jelas, memungkinkan bagi Mandala Airlines untuk dapat menjaga segmentasi pasar penerbangan berbiaya murah yang memungkinkan seluruh penumpang dalam segala aspek tingkat ekonomi dapat melakukan penerbangan bersama Mandala Airlines. Unsur pelayanan bagi konsumen cukup yang standar dan tidak perlu yang mewah. Kultur organisasinya jelas harus berbeda, yakni fokus pada proses yang efisien dan kerja sama tim yang disiplin. Di samping itu dalam teknis operasional Mandala akan fokus pada ketepatan waktu dalam penerbangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam pendekatan strategi bisnis.

3 pendekatan strategi bisnis yang dicontohkan oleh Michael Porter di atas pada dasarnya telah dijalankan oleh Mandala Airlines pada saat merubah strategi bisnisnya menjadi low cost carrier, namun karena tidak dilaksanakan secara konsisten sesuai karakteristik low cost carrier maka lama-kelamaan strategi tersebut berjalan tidak efektif dan efisien. Sebagai contoh adalah walaupun menawarkan tiket promo namun Mandala Airlines tidak dapat fokus pada jaringan promosi dari tiket yang ditawarkan tersebut. Low cost carrier mengedepankan fungsi teknologi informasi melalui semua media, namun apa yang dilakukan oleh Mandala Airlines tidak demikian. Mandala Airlines masih melakukan penjualan tiket melalui agen sehingga hal tersebut akan menimbulkan biaya tambahan dan akan mengurangi keuntungan bersih dari penjualan tiket promo yang pada dasarnya memang hanya mematok marjin keuntungan yang sangat rendah.

Era Baru Strategi Bisnis Low Cost Mandala Airlines

Masuknya Saratoga Capital dan Tiger Airways Holding Ltd membawa angin segar bagi bangkitnya Mandala Airlines. Dengan kucuran modal yang cukup besar untuk membangkitkan kembali, Mandala Airlines diharapkan mampu lebih berkembang. Model bisnis tetap menjalankan konsep penerbangan low cost carrier. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa keuntungan bagi investor yang akan menghidupkan kembali Mandala Airlines adalah karena modal kuat yang dimiliki Mandala Airlines adalah standar operasi yang sudah sesuai standar internasional dan infrastruktur yang telah siap untuk dioperasikan sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya operasional dari awal lagi.

Bergabungnya Tiger Airways dalam bisnis penerbangan Mandala Airlines juga diyakini akan memberikan keuntungan yang besar bagi perkembangan Mandala Airlines selanjutnya. Tiger Airways, sebuah maskapai penerbangan Singapura dengan tagline your true low cost carrier”, memiliki jaringan rute penerbangan internasional yang sangat luas, diantaranya ke Indonesia, Malaysia, Australia, China, Hong Kong, India dan beberapa negara di kawasan Asia lainnya. Mandala Airlines dapat mengambil keuntungan dari jaringan rute penerbangan yang dimiliki oleh Tiger Airways tersebut. Mandala Airlines tidak memaksakan untuk membuka rute penerbangan pada daerah asal dan tujuan rute yang telah dioperasikan oleh Tiger Airways. Sebagai contoh pada rute Jakarta – Singapore pp, tidak dijadikan sebagai rute prioritas dan mendesak yang akan diterbangi oleh Mandala Airlines karena pada saat ini Tiger Airways telah menerbangi rute tersebut.

Contoh di atas bisa dibilang merupakan salah satu contoh dari pembaharuan dari strategi bisnis Mandala Airlines. Dengan berpartner dengan Tiger Airways maka secara tidak langsung Mandala Airlines membuka konektivitas antara penerbangan domestik dengan penerbangan internasional. Penumpang dari Indonesia yang ingin bepergian ke Asia Selatan dan Asia Timur dapat memilih layanan koneksi Mandala Airlines dan Tiger Airways sesuai dengan rute-rute penerbangan yang dioperasikan. Inilah terobosan baru yang merupakan salah satu faktor pendukung untuk lebih mengembangkan bisnis Mandala Airlines.

Beberapa strategi lain juga harus diperhatikan dan barangkali bisa dijadikan sebagai acuan untuk pengembangan bisnis Mandala Airlines. 3 pendekatan strategi bisnis dari Michael Porter (keunggulan biaya/harga, diferensiasi dan fokus) seperti yang telah saya jelaskan di atas harus tetap dijalankan oleh Mandala Airlines, namun harus secara lebih konsisten dan efektif. Artinya 3 pendekatan strategi bisnis tersebut harus lebih dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi bisnis Mandala Airlines yang saat ini sedang memasuki era baru di pasar low cost carrier. Saya mencoba untuk memberikan masukan mengenai modifikasi dari 3 pendekatan strategi bisnis tersebut, yaitu:

Pertama, keunggulan biaya melalui positioning harga.

Positioning harga produk yang tepat oleh perusahaan akan mampu meningkatkan penjualan produk tersebut. Positioning harga dapat dijalankan dengan tiga langkah, yaitu: 1). Mengidentifikasi suatu perangkat yang mungkin dibuat dimana positioning harga itu akan dibangun untuk menghasilkan keunggulan bersaing; 2). Memilih keunggulan bersaing yang tepat; dan 3). Efektif mengkomunikasikan dan menyampaikan positioning harga yang tepat yang dipilih ke pasar.

Perusahaan berusaha menciptakan kesan/citra berkualitas tinggi lewat harga tinggi atau sebaliknya menekankan harga murah sebagai indikator nilai yang disesuaikan dengan kondisi pasar yang ada. Pada masa awal beroperasi kembali, Mandala Airlines harus tepat melakukan positioning harga sebagai sarana untuk menciptakan dan menjaga kesan/citra bagi konsumen penumpang penerbangan. Positioning harga tersebut dilakukan pada saat terjadi perubahan dalam lingkungan pasar (misalnya pesaing/kompetitor di pasar yang sama menurunkan harga) dan adanya pergeseran permintaan (misalnya terjadinya perubahan selera konsumen).

Sebagai contoh, Mandala Airlines perlu melakukan strategi positioning melalui penetrasi harga (pricing penetration) dan leader pricing yang memerlukan strategi penetapan harga tiket yang mampu menjaring kembali para pelanggan dan penumpang lama yang sempat ditinggalkan karena berhenti beroperasi. Dengan strategi pricing penetration dan leader pricing memungkinkan bagi Mandala Airlines untuk melakukan kebijakan penetapan harga yang lebih dalam yaitu melalui: a). Harga promosi (promotion price), dengan menetapkan beberapa harga khusus di bawah harga pasar dan ditawarkan pada saat memperkenalkan rute penerbangan baru dan pada saat low season; dan b). Mempertahankan harga (maintained the price), strategi ini dilaksanakan dengan tujuan mempertahankan posisi dalam pasar dan untuk meningkatkan citra yang baik di masyarakat. Dengan strategi ini menjadikan Mandala Airlines selalu berada di posisi sebagai maskapai penerbangan berbiaya murah, sehingga segmentasi penumpang yang berorientasi pada harga rendah tidak akan berubah.

Kedua, strategi diferensiasi pada layanan pre-flight, in-flight dan post-flight.

Strategi diferensiasi menitikberatkan pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan sesuatu yang unik dan berbeda dibanding kompetitornya. Diferensiasi perusahaan yang mudah ditiru tidak dapat menghasilkan keunggulan bersaing yang berkelanjutan, yang artinya diferensiasi berdasarkan kompetensi dan kemampuan akan cenderung lebih berhasil. Selain itu, strategi bersaing dalam diferensiasi akan sangat kuat ketika kebutuhan dan penggunaan produk beragam, ada banyak cara dalam membedakan produk atau layanan dan banyak pembeli menggangap perbedaan-perbedaan ini memiliki nilai.

Mandala Airlines perlu melakukan strategi diferensiasi kualitas layanan dan citra yang akan membedakan dengan maskapai penerbangan berbiaya murah lainnya. Diferensiasi kualitas layanan seperti yang dulu pernah dijalankan oleh Mandala Airlines dengan menyediakan produk layanan pre-flight dan post-flight seperti Q-Jump, 2nd Bag dan MySeat perlu dijalankan lagi, mengingat banyak keuntungan dan kemudahan yang diterima oleh penumpang atau pelanggan Mandala Airlines.

Untuk layanan in-flight, strategi diferensiasi dapat dilakukan oleh Mandala Airlines tanpa merubah karakteristik layanan low cost carrier. Dengan rute penerbangan yang rata-rata hanya menempuh lama perjalanan 1 – 2 jam saja, penumpang membutuhkan hiburan yang cukup menyenangkan di dalam pesawat. Mandala Airlines tidak perlu menyediakan makanan dan minuman secara cuma-cuma, namun cukup menyediakan media promosi di dalam pesawat dan selama penerbangan.

In-flight magazine (media majalah) bisa jadi merupakan media yang efektif untuk promosi dalam rangka memenuhi harapan pelanggan dalam pelayanan di pesawat. Mandala Airlines bisa membagikan media cetak secara cuma-cuma baik selebaran surat kabar, majalah atau tabloid melalui kerjasama dengan perusahaan media cetak (majalah dan tabloid) terkemuka untuk menampilkan episode khusus tentang Mandala Airlines pada keseluruhan isi dari majalah dan tabloid tersebut.

Selain itu, aksesoris di dalam pesawat dapat juga dimanfaatkan sebagai media promosi, seperti mengiklankan alamat website Mandala Airlines dan produk-produk unggulan yang ditempatkan pada kain pelapis kursi pesawat dan penutup bagasi kabin pesawat hingga di beberapa perlengkapan barang di dalam lavatory (kamar kecil). Kesemuanya bisa dimanfaatkan dengan efektif.

Ketiga, fokus pada penerbangan point-to-point dan secondary airport.

Mandala Airlines telah memilih low cost carrier sebagai strategi bisnis penerbangannya. Tentunya konsekuensi yang harus dijalankan dalam operasional penerbangan pun mengikuti karakteristik dan kriteria low cost carrierSven Groß dan Alexander Schröder dalam bukunya “Handbook of Low Cost Airlines memaparkan kriteria dari maskapai penerbangan yang akan menjalankan strategi bisnis low cost carrier. 2 (dua) kriteria tersebut diantaranya adalah: 1). Rute yang sederhana (biasanya point to point) dikarenakan tidak terlalu banyak bandara yang digunakan untuk transit; dan 2). Biaya penerbangan yang rendah dikarenakan biaya landasan di bandara yang murah.

Penerbangan dengan rute point-to-point lebih menguntungkan karena menyediakan penerbangan non-stop melalui penerbangan langsung. Lebih jauh, penerbangan point-to-point menghasilkan utilisasi pesawat yang lebih tinggi per harinya karena ground time juga sangat singkat. Mandala Airlines disarankan hanya fokus pada penerbangan point-to-point sejalan dengan strategi bisnis low cost carrier, hal ini untuk lebih mengefisienkan biaya operasional pesawat. Disamping itu dengan menjalankan penerbangan point-to-point akan menghindarkan dari resiko flight delay yang mungkin terjadi pada penerbangan multi-leg di bandara transit.

Selanjutnya pendekatan strategi bisnis yaitu fokus pada secondary airport atau secondary terminal, dimaksudkan untuk meminimalisir penggunaan fasilitas tambahan seperti garbarata (aerobridge) dan layanan bis antar jemput penumpang ke/dari pesawat (shuttle bus) yang akan memangkas biaya operasional di bandara. Dengan tanpa layanan garbarata dan bis antar jemput maka para penumpang harus berjalan kaki ke/dari pesawat.

Mandala Airlines fokus pada secondary airport atau secondary terminal yaitu tetap beroperasi di low cost airport/terminal. Terminal 3 bandara Soekarno Hatta dipilih sebagai pusat operasi di Jakarta. Gedung terminal 3 didesain dengan mengadopsi konsep ramah lingkungan, terminal ini lebih mengandalkan pencahayaan alami, sehingga konsumsi listrik juga menjadi lebih hemat. Hal ini tentunya akan mengurangi biaya operasional Mandala Airlines di bandara Soekarno Hatta. Hal yang sama juga dilakukan pada rute luar negeri dimana operasional Mandala Airlines ditempatkan di Low Cost Carrier Terminal (LCCT) Kuala Lumpur International Airport (KLIA) dan di bandara Changi Singapore dengan menempatkan operasional penerbangan di Budget Terminal yang menawarkan biaya rendah pada pendaratan, parkir dan penanganan pesawat di apron terminal (landing, parking and handling fee).

Disamping itu rencana Mandala Airlines untuk memindahkan operasionalnya ke bandara Halim Perdana Kusuma atau bandara sekunder lainnya adalah merupakan rencana strategi bisnis yang akan menguntungkan. Persoalan terbatasnya slot time penerbangan di bandara Soekarno Hatta, termasuk kapasitas runway dan apron, bisa membuat Mandala Airlines kehilangan waktu operasional dan rendahnya utilisasi pesawat per harinya. Padahal dengan konsep low cost carrier maka seharusnya utilisasi pesawat dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal.

Masukan-masukan bagi pendekatan strategi bisnis Mandala Airlines di atas hanya sebuah gagasan dan ide yang ada dalam pikiran saya dan saya tuangkan dalam tulisan ini. Tentunya diharapkan hal tersebut akan mampu membantu Mandala Airlines dalam mengembangkan bisnis low cost carrier yang dijalankan dan pada umumnya akan menghidupkan langit biru Indonesia dengan bisnis penerbangan yang semakin maju. Kita semua berharap.

Sumber foto:

– jurnalpatrolinews.com – foto pesawat A320 Mandala Airlines “low cost carrier”

– koleksi pribadi – pesawat A320 Mandala Airlines di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta

– wikipedia – Mandala Airlines

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi Anda.

Tinggalkan Komentar